Senin, 20 Desember 2010

Pasar Jatinegara atau Pasar Mester (2)


Dahulu
Pada masa penjajahan Belanda, Jatinegara merupakan pusat dari kabupaten yang dikenal sebagai Meester Cornelis. Kabupaten Jatinegara saat itu meliputi Bekasi, Cikarang, Matraman dan kebayoran. Nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara pada masa pendudukan Jepang sekitar tahun 1942. Meskipun demikian, nama Jatinegara yang berarti ‘negara sejati’ itu sudah dipopulerkan oleh Pangeran Ahmad Jayakarta saat beliau mendirikan perkampungan Jatinegara Kaum di wilayah Pulo Gadung, Jakarta Timur. Versi lain mengatakan bahwa nama Jatinegara diadaptasi dari banyaknya pohon jati yang masih ditemukan di kawasan tersebut pada masa pendudukan Jepang, sehingga nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara.

Pada pertengahan abad ke 17, Belanda memberikan ijin pembukaan hutan di sebuah kawasan yang jaraknya kira-kira 15-20 kilometer dari Batavia kepada Cornellis Senen (seorang guru agama Kristen). Cornellis Senen adalah seorang keturunan Portugis yang berasal dari Lontor, Pulau Banda. Dia mampu berkhotbah dalam bahasa Melayu maupun Portugis (Kreol). Cornellis Senen biasa dipanggil Meester yang berarti tuan guru. Konon beliau ditolak oleh panitia ujian saat beliau ingin menempuh ujian untuk menjadi seorang pendeta pada tahun 1657. Bisa jadi beliau ditolak karena beliau bukan asli keturunan Belanda. Namun demikian, beliau diberi hak untuk membuka hutan dan menebang pohon jati di tepi sungai Ciliwung. Hutan yang dibukanya kini menjadi daerah padat penduduk yang dikenal sebagai Jatinegara. Nama Meester sendiri diabadikan menjadi Pasar Meester. 

Saat ini
Pasar Lama Jatinegara atau lebih dikenal dengan Pasar Mester, merupakan pusat ekonomi bagi warga Jatinegara. Pasar Lama Jatinegara  mempunyai banyak deret bangunan  dimana dulunya dikenal dengan bangunan Belanda. Di sekitar pasar tersebut juga terdapat pedagang-pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya mulai dari pukul 7 pagi hingga pukul 6 sore. Salah seorang pedagang boneka bernama Intan, mengatakan bahwa barang yang dijual rata-rata adalah kebutuhan rumah tangga khususnya pakaian. Orang-orang yang berdagang di daerah luar rata-rata berasal dari Sumatera khususnya Padang dan Palembang. Sedangkan untuk bagian dalam, rata-rata didominasi oleh peranakan. 

Pasar ini menurut Intan, ramai pada tanggal-tanggal muda, dimana orang-orang baru saja mendapatkan penghasilan. Ketika ditanya mengenai pendapatannya per hari, Intan mengatakan jumlahnya tidak tentu tiap harinya. Namun, ia menambahkan bahwa pergantian tampuk kekuasaan pemerintah ternyata mempengaruhi jumlah pendapatannya per bulan. Ketika terjadi kerusuhan pada tahun 1998, pasar ini juga menjadi tujuan penjarahan. Intan mengatakan bahwa tokonya sempat menjadi incaran para penjarah, beberapa barangnya pun raib ditelan massa. Pada tahun 2007, pasar Jatinegara juga sempat mengalami kebakaran di bagian depan. Ketika itu api berasal dari sebuah warung makan karena adanya arus pendek. Beberapa toko habis dilalap api. Kegiatan pasar sempat berhenti sejenak, namun keesokan harinya kegiatan pasar kembali aktif. 



Di sekitar pasar ini banyak terdapat peninggalan sejarah berupa rumah-ruamh Tionghoa lama, tentunya hal itu mengindikasikan sebagai Pecinan. Objek sejarah lain yang terdapat di Jatinegara yaitu: Gereja Koinonia yang dibangun akhir abad ke-19; SMPN 14 Jakarta; Stasiun Kereta Api Jatinegara; Gedung Eks. Kodim 0505; Kantor Pos Jatinegara; dll. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar